Setiap 25 April diperingati sebagai Hari Malaria Sedunia. Sebelum ditetapkan oleh Sidang Kesehatan Dunia milik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gerakan kesadaran akan malaria dimulai di Afrika lewat Africa Malaria Day pada 2001. Di 2007, WHO menetapkan World Malaria Day sebagai upaya untuk mempromosikan pendidikan dan pemahaman tentang malaria.
Dikutip dari laman resmi WHO, tahun ini peringatan mengambil tema ‘Ready to Beat Malaria’ (Bersiap kalahkan malaria). Tema ini diambil terkait ‘World Malaria Report 2017’ yang dirilis pada November 2017 lalu dan mengungkapkan total kasus malaria yang tercatat di 2016 lebih banyak daripada total kasus pada 2015.
“Pada 2016, sekitar 216 juta kasus malaria muncul secara global dibanding pada 2010 dengan 237 juta kasus. Dibanding dengan 2015, terdapat 5 juta kasus lebih banyak diperkirakan muncul secara global,” tulis laporan tersebut.
Jumlah kasus malaria pada 2016 mengalami penurunan jika dibandingkan jumlah kasus malaria pada 2010. Namun ada peningkatan tajam jika dibanding 2015. Dalam rilis resminya, direktur umum WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut banyak negara telah membuat banyak kemajuan dalam memerangi malaria.
“Kini kita dalam titik balik. Tanpa aksi darurat, kita berisiko menuju kemunduran, dan gagal mencapai target malaria global pada 2020 dan seterusnya,” katanya mengutip dari rilis WHO.
Di sisi lain, untuk wilayah Asia Tenggara dilaporkan ada penurunan jumlah kasus malaria. Pada 2016 tercatat ada 1,4 juta kasus atau ada penurunan sebanyak 46 persen dari 2010 yakni 2,6 juta. Sedangkan angka kematian juga mengalami penurunan sebanyak 60 persen, yakni dari 1.403 (2010) menjadi 557 (2016).
Menurut laporan, India adalah negara dengan kasus malaria terbanyak. WHO memperkirakan sebanyak 90 persen kasus malaria di Asia Tenggara terjadi di India. Sedangkan Indonesia tercatat 9 persen kasus.
Sementara itu dikutip dari rilis resmi Kementerian Kesehatan (Kemkes), dari 514 kabupaten/kota di Indonesia sebanyak 266 atau 52 persennya bebas malaria. Sedangkan sebanyak 172 kabupaten/kota (33 persen) berstatus endemis rendah, 37 kabupaten/kota (7 persen) endemis menengah dan 39 kabupaten/kota (8 persen) endemis tinggi.
Wilayah yang berstatus endemis tinggi berada di Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Berbagai upaya diklaim telah dilakukan sebagai usaha mempercepat eliminasi malaria. Usaha ini antara lain penyemprotan rumah, meningkatkan perlindungan kelompok rentan malaria (ibu hamil dan balita), imunisasi, deteksi dini dan pengobatan yang tepat, dan peningkatan kesadaran serta pengetahuan masyarakat untuk melakukan pencegahan.
Upaya riil yang tengah dilakukan pemerintah yakni pekan kelambu massal. Sejak 2004 hingga 2017, pemerintah telah mendistribusikan sebanyak 27,6 juta kelambu ke seluruh wilayah Indonesia.
“Secara umum upaya yang efektif adalah tidur menggunakan kelambu, penyemprotan dinding rumah dan menggunakan repellent. Sementara yang lain adalah dengan manajemen lingkungan, termasuk menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan mujair dan cupang,” kata Elizabeth Jane Soepardi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dikutip dari rilis resmi Kemkes (23/4).
Sumber : CNN Indonesia